Penyesalan Terbesarku
“sayang,kamu di mana? Lagi apa? Kamu kenapa
gak pulang ? apa kamu udah lupa sama aku? “.
Kata-kata itu
selalu aku ingat ketika suamiku telah pergi. Mas Ridwan namanya. Setiap hari
aku selalu mendengar pertanyaan-pertanyaan beliau untuk aku, kalau aku sedang
pergi keluar dan main sama teman-teman lamaku. Aku memang selalu mengabaikan
ucapan suamiku. Itu karena aku memang belum bisa mencintainya. Pernikahanku
dengannya hanyalah perjodohan kedua orang tuaku dan kedua orang tuanya. Aku
memang sangat membenci pernikahan ini. Sampai akhirnya aku tidak perduli denagn
suamiku itu. Tapi, aku mendapatkan seoarang putri yang lucu dari pernikahan
kami ini. Meskipun seharusnya bahagia, tapi aku tetap membenci dan tidak
mensyukuri nikmat itu. Mas ridwan memang sangat mencintai dan menyayangiku. Ia
adalah sosok suami yang soleh. Tapi, belum bisa aku menerimanya. Karena dari
awal aku memang tak menginginkan pernikahan ini terjadi. Setiap hari aku tidak
pernah melayani keluargaku. Bahkan saat putriku sudah masuk sekolah TK pun, aku
tidak pernah membuatkannya sarapan, mengantarkan ke sekolah, ataupun
menyayanginya. Jangankan kepada anakku, kepada Mas Ridwan pun, aku sama sekali
tidak pernah menyayanginya. Setiap hari kerjaanku hanyalah berhura-hura, pergi
ke salon,pergi shopping,dan ngumpul-ngumpul dengan teman-teman lamaku. Mas
ridwan tidak pernah marah ataupun kesal apabila aku selalu menghabiskan
uangnya. Karena aku tahu, ia mempunyai harta yang masih banyak dan semua
pengeluaranku tidak seberapa. Setiap
hari , baik itu berngkat atau pulang kerja suamiku, aku tidak pernah tahu.
Karena aku terlalu sering pulang larut malam dan bangun tidur di siang hari.
Mas Ridwanlah yang membangunkan anakku, dan menyuapi makannya. Ia jugalah yang
membuatkan sarapan untuk anakku juga sering membuatkan aku sarapan di saat aku
masih terlelap dalam tidurku. Dulu aku pernah memberikan saran untuk mempunyai
pembantu, tapi suamiku tak mengizinkannya.
“ Kenapa sih gak punya pembantu aja? Kan jadi gak usah repot-repot
nunggu aku bangun kalau kamu mau sarapan! Hidup ini dibikin gampang aja deh!
Toh uang kamu juga masih banyak kan Mas?” pintaku dengan rasa kesal.
“Buat apa? Aku sudah punya seorang isteri yang mampu melakukan
pekerjaan rumah dengan tangan halusnya. Aku punya seorang isteri yang kuat
dalam menempa semua terjangan hidpup ini, aku punya seorang isteri yang pandai
dalam mengurus rumah tangga ini. Yang mencintai aku juga anakku sepanjang
hayatnya. Aku tak perlu pembantu, karena aku yakin hanya kamu yang bisa
membahagiakan dan memenuhi semua keperluanku, sayang”. Jawab suamiku dengan
ucapan halusnya.
Tapi sungguh aku tidak perduli denagn semua itu. Aku pikir itu
hanya akal-akalan Mas Ridwan aja untuk membujukku. Tetap saja aku gak akan mau
sampai kapanpun mengikuti semua keinginannya. Tidak ada pembantu pun, aku tidak
mengapa. Karena bukan aku juga tidak butuh.
v
Hari ini hari
kamis, seperti biasa aku menghabiskan hari-hariku untuk shopping dan
bersenag-senaang. Aku tidak perlu menjemput anakku karena sekolahnya pun dekat
dari rumahku, di perumahan tempat aku tinggal. Anakku termasuk anak yang baik
dan penurut. Ia tidak pernah memintaku untuk mengantarkan dan menjemputnya
selama sekolah. Dan hari ini juga aku
ada acara yang membuatku pulang larut malam. Sesampainya di rumah, aku lihat
suamiku dan anakku sedang mengaji Al-Qur’an berdua. Mereka menyambutku dengan
senyuman dan hangat. Anakku langsung menghampiri dan mencium tanganku.
“ Kok pulangnya
malam begini,sayang? Memangnya kamu darimana? Pasti kamu capek ya? Sini duduk
sama kita.! “. Sambut suamiku dengan pertanyaan yang lemah lembut.
“ hmmm maaf mas
aku capek, aku dari reunian sama teman SMA. Udah ya aku mau tidur dulu”.
Jawabku ketus.
“Oh…ya sudah,
kamu istirahat aja. Yang penting kamu bisa pulang dengan selamat, besok kan
kamu harus bangun pagi-pagi untuk menyiapkan keberangkatanku ke kantor dan
sabila ke sekolah. Kalau kamu sakit, kita bakal sedih. Tidur yang nyenyak ya
sayang….”. ucap Mas Ridwan bijak.
Lagi-lagi Mas Ridwan percaya diri
dengan ucapannya yang seolah-olah aku akan melakukan seperti itu. Dari mulai kita menikah sampai sekarang sudah
tujuh tahun lamaanya, setiap malam suamiku berkata seperti itu dan berharap padaku, sayangnya aku belum pernah
melakukannya di setiap pagi hariku.Aku
pun tidak mendengarkan ucapannya yang
menganggu telingaku ini dan menganggap angin lalu. Tanpa basa-basi lagi aku pun
tidur.
v
Sudah satu minggu ini suamiku pulang
larut malam. Kebiasaan seorang isteri selalu cemas dan terkadang mencurigai hal
ini. Tapi aku tidak seperti mereka. Bukanny karena aku percaya dengan hati dan
cinta suamiku, tapi karena aku tidak pernah mau tahu urusanny dan keadaannya.
Jika Ia sedang sakit aku tidak pernah mau merawatnya. Dan sudah satu minggu ini
pula anakku sakit Karena selalu telat makan dan tidak pernah sarapan.
Dikarenakan satu minggu ini suamiku sering bangun siang dan tidak sempat
membuatkan anakku sarapan. Akhirnya anakku sakit yang cukup parah, gejala
typus.
“ Sayang, apa
kamu sudah sadar dengan keadaan anak kita Sabila sekarang? Sayang, bukannya aku
mau ikut campur urusan dan hatimu. Tapi, sungguh aku ingin kamu membuka mata
hati kamu untuk merawat anak kita ini. Kenapa sayang? Kamu tega melantarkan
anak kita? Aku gak akan keberatan kok, kamu selama ini gak pernah mau
melayaniku. Dan mencintaiku. Tapi, aku ingin kamu mencintai anak kita. Dia lah
anugerah yang dititipkan Allah untuk kita”. Tanya Mas Ridwan kepadaku.
“ Maaf ya Mas,
aku gak pernah mau perduli sama kamu. Karena kamu bukan yang aku mau untuk jadi
suami aku atau jadi bapak buat anakku. Dan aku juga gak ingin punya anak dari
hasil pernikahan kita. Karena selama ini aku gak pernah cinta sama kamu. Inget
ya Mas, pernikahan ini cuman untuk menyenangkan kedua orang tuakau saja!”
jelasku dengan penuh kekesalan.
“Ya sudah…aku
gak akan pernah memaksa kamu sayang, yang penting aku bisa memiliki seorang
isteri seperti kamu, aku cukup bahagia.” Balas suamiku.
v
Ternyata ini semua menyakitkanku
dengan perlahan. Semenjak anakku sakit dan sampai sembuhnya, aku sangat aneh
dengan suamiku. Tidak biasanya Ia tidak memintaku apapun. Seperti hal dalam
menjadi seorang isteri yang baik. Suamiku hanya memperhatikan anakku saja, dan
Ia hanya mengaji selama ini dengan anakku. Di hari Minggu pun, suamiku sekarang
selalu rutin mengajak aku dan anakku pergi jalan-jalan,walau aku harus memasang
wajah ceria di depan mereka. Dan hanya satu yang terucap dari mulutnya, yaitu
agar aku mau belajar ngaji dan bisa mengajarkan anakku mengaji dengan baik dan
benar. Saat itu juga suamiku selalu menjemputkui di mana pun aku berada walau
malam sekali. Akhir-akhir ini juga suamiku seperti yang ingin menjagaku setiap
waktunya. Bukan pertanyaan yang terlontar dari mulutnya, hanya ucapan-ucapan romantic
untukku.
Dan hari ini, suamiku dengan tidak
seperti biasanya membangunkan aku di pagi hari sekali. Ia menarik tubuhku dan
membwaku ke depan rumah.
“Ada apa sih
mas? Gak biasanya kamu bangunin aku? Cepetan deh aku masih nagantuk banget
ni!”. Tanyaku marah.
“Sayang,hari
ini aku pingin banget kamu melihat aku pergi kerja. Dan melihat anak kita
sekolah. Udara di pagi hari segar kan,sayang? Oh ya..hari ini aku akan
menjemput kamu. Rencanaya mau ke mana? Salon lagi? Biar aku yang jemput ya? Aku
sayang banget kamu isteriku. Doain aku ya supaya hari ini kerjaku lancar dan aku bisa pulang dengan selamat. Aku pergi
dulu ya, assalamualaikum”. Jelas Mas Ridwan.
Ia begitu sangat beda pagi ini. Ia
mencium keningku dan memelukku agak lama dan erat. Matanya seperti yang ingin
menangis. Tapi dengan kecuekan aku, Ia hanya bisa mengucapkan salam aja saat Ia
berpamitan. Tapi aku bisa merasakan kalau Ia seperti yang tidak ingin pergi.
v
“Mas,di
mana sih? Jadi gak mau ngejemput aku? Kalo lama gini udah deh mending kamu
suruh supir kamu aja yang jemput aku! Udah gerah nih!” pintaku kesal
“Iya
sayang, ini aku lagi di jalan. Kamu sabar ya…pokoknya kamu jangan naik taksi
ya! Tunggu sebentar lagi juga nyampe”. Jawabnya
Aku sungguh tak sabar menunggu
jemputan suamiku. Hampir tiga jam tidak ada kabar sama sekali. Handphonenya
tidak bisa dihubungi. Tapi setelah itu ada jawaban di penantian ini. Ternyata
mobil yang menjemputku bukanlah suamiku.di dalam mobil itu adalah teman kantor
suamiku. Ternyata Ia memberikan kabar yang tak pernah aku duga-duga. Kekesalan
yang aku tunggu selama hampir tiga jam itu, karena suamiku mendapat musibah.
Mobil yang ia tumpangi ternyata menabrak papan rekalame di pinggir jalan.
Karena Ia tidak mau membuatku kesal menunggu, ia menyuruh supirnya untuk
mencari jalan lain dan lebih menaikkan kecepatan berkemudi. Awalnya si supir
tidak mau. Dan suamiku menggntikan berkemudi. Suamiku tewas dalam kecelakaan
itu. Tapi pak supir berhasil selamat. Ini sangat tak bisa aku duga. Tiba-tiba
tubuhku lemas. Pikiran aku sangat tak karuan. Air mata pun menetes .ternyata
pagi itu suamiku memberikan isyarat bahwa Ia tidak ingin kehilangan aku dan
anaknya. Mungikn itu pertanda ia akan pergi untuk selama-lamanya dan tidak akan
menganggu kehidupanku lagi,seperti yang kumau. Aku pun tak kuasa saat jasad
suamiku dibungkus kain kafan putih dan dimandikan. Saat itulah aku menangis,
ternyata aku baru melihat wajahnya yang begitu tampan.selama ini aku bertatap
muka dengan penuh cinta pun tidak.aku melihat anakku,Sabila tak henti-hentinya
menagis. Aku memeluk buah hatiku yang sudah aku terlentarkan selama Ia hidup.
Kini suamiku telah dikebumikan.Malam itu angin menusuk tajam tubuhku. Menyerang
tubuh yang lemas,tak berdaya. Malam itu adalah malam terakhir saat seseorang
yang begitu berarti dalam hidupku harus pergi selamanya. Keringat dan cucuran
air mataku telah membasah kuyupkan tubuh dan wajah ini. Sungguh aku tak tahu
harus ke mana lagi mengayunkan langkah-langkah kecil kaki ini menyusuri jalan.
Saat ini tak ada yang aku inginkan selain mengembalikan keadaan buruk ini
menjadi seperti dulu. Tapi, aku hanyalah sosok makhluk yang tak punya kekuatan
untuk mengubah semua itu. Pikiran alam bawah sadarku melayang jauh membayangkan
wajah tampan seorang yang selama ini sudah tujuh tahun mendampingi hidupku dan
memberikanku seorang putri yang lucu. Yang sangat aku sesali adalah saat aku mengingat tanggung jawab dan
kesetiaannya bersamaku. Saat aku mengingat kasih sayang tulus yang begitu besar
untukku. Ini berawal dari kedurhakaanku dan kebodohanku telah menyia-nyiakan
sosok sepertinya. Sungguh aku sangat menyesal yang begitu amat dalam. Rasanya
aku sangat kehilangan dia rasanya aku tak bisa memaafkan diriku sendiri.
Kuambil air wudhu dna aku bertaubat kepada Allah karena telah menjadi isteri
yang durhaka. Aku lihat kembali sabila, yang kini menjadi tanggung jawabku.
Sungguh rasanya aku tak kuat. Aku tidak terbiasa dengan kehidupan baruku.
Mungkin dulu aku menginginkan seperti ini. Tidak punya seorang suami yang tidak aku inginkan. Padahal selama
hidupnya suiamiku tidak pernah marah atau kesal. Saat sakit pun aku tidak
pernah tahu. Saat ia pusing memikirkan pekerjaanya pun aku tidak tahu. Bahkan
kasih sayangya aku tidak pernah menghiraukan. Sungguh aku menyesal. Tapi aku
tidak bisa seperti ini terus. Hidupku masih panjang. Aku ingin melihat titipan
suamiku bertumbuh besar dan menjadi orang yang sukses sepertinya. Aku ingin
memulai kehidupan baru ini. Kasih sayang yang seharusnya aku berikan kepada
suamiku, akan aku ganti dengan memberikan
seutuhnya untuk anakku. Aku baru sadar bahwa aku memiliki suami yang begitu
sholeh dan terbaik. Aku berjanji tidak akan mengingkari cintanya yang pernah ia
berikan untukku. Aku tidak akan menggantikan kedudukannya dengan orang lain.
Aku berjanji. Mungkin ini penyesalan terbesarku, tapi sungguh aku meminta maaf
pada suamiku,meski itu belum sempat aku ucapkan.
Akhirnya aku menjadi wanita karir
untuk memenuhi kebutuhan anakku.aku berikan seluruh perhatianku untuk
anakku.aku meuruti semua kata-kata suamiku saat ia berharap aku bisa belajar
ngaji dan mengajarkan anakku ngaji. Dan menjadi isteri dari seorang Mas Ridwan
adalah anugerah dan harta yang tak ternilai harganya. Berharap aku bisa merajut
cinta dan bertemu dengannya nanti di kehidupan abadi. Amin