Seperti yang telah kita ketahui dunia ini telah
dipenuhi oleh makhluk ciptaan Allah SWT. dari mulai makhluk hidup seperti
manusia, hewan,dan tumbuhan, juga benda yang mati seperti batu, alam, bintang, galaksi dan lain
sebagainya. Dari semua makhluk hidup yang Allah ciptakan, ada satu makhluk yang
diciptakan dengan bentuk yang sempurna, yaitu manusia. Manusia diciptakan
berbeda dari hewan dan tumbuhan sehingga memiliki tingkatan tertinggi dari
makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya. Manusia merupakan ciptaan yang diberi
akal pikiran oleh Allah. Meskipun ada sedikit persamaan antara manusia dengan
makhluk hidup lainnya seperti hewan. Hewan memang diciptakan oleh Allah untuk
bergerak, berkembang biak, bernapas, makan, minum, dan sebagainya. Namun, hewan
ini tidak memiliki kemamapuan yang sama dengan manusia karena manusia diberi
akal sebagai penyempurna bentuk ciptaan Allah. Akal manusia adalah aspek
ruhaniah di mana ruh merupakan aspek yang terpenting bagi manusia. Akal pikiran
manusia khusus diciptakan agar manusia dapat mengolah alam sebagaimana tugasnya
dalam kitab Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30. Di dalam surat tersebut Allah
menciptakan manusia sebagai pemimpin (khalifah) di muka bumi ini. karena di
dalam surat tersebut Allah telah memberikan alam semesta kepada manusia, dan
tugas manusia lah yang harus mengolahnya untuk kemaslahatan mereka. Alat untuk
mengolah alam itu adalah akal manusia itu sendiri. Manusia sangat diberi
kebebasan untuk menjalani kehidupannya terutama dalam menggunakan akalnya. Akal
yang dipakai itu dapat memakmurkan manusia apabila dipakai dengan baik. Berbicara tentang manusia yang diberi akal
untuk berpikir, di dalam tulisan ini yang dilatar belakangi oleh ilmu filsafat akan
dipaparkan tentang bagaimana manfaat dari manusia yang mau menggunakan akalnya
untuk berpikir sehingga kita tidak hanya menerima begitu saja semua ilmu
pengetahuan yang telah diberikan juga terhadap isi kandungan dan firman-firman
Allah SWT. seperti yang telah diketahui
juga, bahwa manusia yang mau menerima segala hal tanpa dipikirkan dahulu atau
hanya sekedar ikut-ikutan dalam aturan yang ada, ini berarti manusia yang immaturity. Untuk itu dalam tulisan ini
agar istilah immaturity tidak lagi
mendarah daging sebagai kepribadian kita sebagai manusia dan agar manusia tidak
takut dan ragu lagi untuk belajar filsafat dan berpikir sesuai landasan filsafat,
maka ditulislah pemaparan akal dari perspektif pemikir Islam, Ibnu Rusyd.
1. Pemikiran, metode, dan manfaat
tentang akal pikiran manusia menurut
Ibnu Rusyd.
Sebelum
mengenal dan mengetahui pemikiran dari Ibnu Rusyd, kita akan mengenal dahulu
filsuf islam dari spanyol yang juga pemikirannya berpengaruh terhadap Ibnu
Rusyd. Namanya adalah Ibnu Tufail yang
dimulai dari pandangannya tentang akal untuk menyambungkan hubungan antara
filsafat dan agama. Menurutnya, manusia dapat menjalani perkembangan hingga
mencapai puncaknya dengan menggunakan potensi akal yang dimiliki. Manusia dapat
belajar dari seisi alam semesta, meniru,dan melakukan harmonisasi. Manusia
cukup mengikuti alur harmoni yang sudah ada pada alam dan mengambil bagian pada
harmoni tersebut. Ia juga mengemukakan bahwa akal manusia berkembang secara hierarkis seiring
pertambahan usianya. Ada beberapa tahapan manusia dalam memahami dan
menggunakan akal menurut Ibnu Tufail ini yaitu tahapan praktis, tahapan akal
metafisika, dan tahapan akal mistis yang mana menjadi puncak dari perkembangan
akal manusia. Di dalam tahapan akal metafisik, manusia mulai melihat alam
secara universal, di sini manusia berpikir adanya kesamaan dan
perbedaan-perbedaan yang nampak. Ketika melihat setiap pergerakan dan perubahan
pada alam, maka manusia berpikir ada zat yang menggerakkan dan merubah alam
tersebut, dan di sini lah adanya pengakuan adanya Tuhan yang melakukan semuanya
itu. Dengan demikian akal menurut Ibnu Tufail membawa manusia mengenal dan
meniru alam kemudian akal meniscayakan adanya Tuhan sebagai Zat dibalik alam. Mengapa
di dalam tulisan ini tertulis pemikiran dari Ibnu tufail karena beliau adalah
guru dari Ibnu rusyd yang pasti pemikiran Ibnu rusyd lahir dengan mengikuti
pengajaran dari gurunya itu.
Ibnu
Rusyd yang mempuyai nama lain yaitu Averous yang aliran filsafatnya adalah
rasional, memandang akal manusia sebagai sesuatu yang sangat penting. Ibnu Ruysd
lah yang diperkenalkan oleh gurunya sebagai penafsir filsafat Aristoteles.
Menurut gurunya tersebut, Ibnu Rusyd adalah manusia yang cerdas yang dapat
memiliki pandangan yang kuat terhadap ilmu filsafat. Pandangan Ibnu Rusyd, akal fikiran itu harus
dijunjung tinggi dan harus dihargai peranannya karena dengan akal pikiran
itulah, manusia dapat menafsirkan alam wujud. Akal fikiran atas dasar
pengertian umum (ma’ani kulliyat) yang didalamnya tercakup hal ihwal yang
bersifat partial (juziyyat). Pada abad pertengahan, orang-orang memperdebatkan
soal kulliyat (universalitas). Karena filsuf ini beraliran rasional, maka ia
sangat berkeyakinan bahwa segala sesuatu tidak mungkin terlepas dari sebab
musabab. Ibnu Rusyd membagi dua jenis akal yang pertama adalah akal praktis dan
yang kedua adalah akal teoritis. Akal yang pertama memiliki fungsional sensasi
dimana akal dimiliki oleh semua orang sedangkan yang teoritis mempunyai tugas
untuk memperoleh pemahaman (konsepsi) yang bersifat universal.
1.
Hubungan
filsafat dengan agama berdasarkan akal pikiran
Akal
pikiran bukanlah hal pembeda dari wahyu. Meskipun akal terlalu meruju kepada
filsafat dan wahyu meruju kepada agama, namun Ibnu Rusyd tidak setuju. Dengan
metode demonstrasi dan penalaran yang dipikirkan oleh Ibnu Rusyd , merupakan
metode untuk mencapai kebenaran. Metode demonstrasi dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah
filsafat. Metode ini diperlukan karena manusia mempunyai kemampuan yang serba terbatas.
Dengan demikian Ibnu Rusyd membantah anggapan bahwa filsafat bertentangan
dengan agama. Menurutnya untuk mempertemukan keduanya dibutuhkan alat oleh manusia
yaitu dengan akal pikiran itu sendiri. Di dalam islam kitab Al-Qur’an merupakan
wahyu dari Allah yang menurut Ibnu Rusyd perlu ditafsirkan. Ibnu Rusyd tidak
menduduki akal lebih tinggi daripada wahyu, namun mewariskan pemikiran yang
rasional sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Pemikiran keagamaan mencerminkan Islam
adalah agama yang rasional sehingga
ajarannya dapat menjadi aktual sepanjang masa. Ibnu percaya kekuatan akal dan
menjadikan alat untuk mencapai kebenaran di samping wahyu, namun bukan berarti kebebasan
liar atau free thinker yang ateis. sumber filsafat adalah
akal tidak bisa dibantahkan lagi. Bahkan wahyua salah satu sumber, disamping
itu juga sebagai alat untuk mencapai kebenaran. Ayat-ayat dalam al-Qur’an juga
telah menegaskan agama mewajibkan adanya filsafat. Agama mempunyai ajaran lahir
dan batin. Agama menyempurnakan pendapat, akal, dan bukan malah menentangnya.
2.
Hubungan
akal dalam kebebasan manusia untuk berpikir
Akal
yang dimiliki manusia, mempunyai hubungan dengan kebebasan manusia dalam
berpikir. Di dalam filsafat konsep kebebasan seringkali dipertentangkan dengan
determinasi. Determinasi berarti sesuatu hal yang ditentukan oleh hal lainnya.
Makna kebebasan harus dilihat dalam konteks apa ia bebas, dalam posisi di mana
dia bebas, dan kebebasan yang seperti apa yang ia inginkan. Kebebasan berpikir
haruslah memperhatikan hal lainnya yang ada di sekitar kita, dan di sinilah
peran akal manusia sangat ditentukan. Saat manusia berpikir menggunakan akalnya
dengan bebas dan bertanggung jawab harus bisa membedakan mana yang benar dan
salah. Benar dan salah yang dicapai akal manusia diukur dengan logika yang pada
hakikatnya bebas nilai. Secara sederhana kebebasan dapat dirumuskan sebagai
keleluasaan bertindak atau tidak bertindak berdasarkan pilihan yang tersedia
bagi seseorang. Penafsiran arti kebebasan sebagai adanya beberapa alternative yang
dapat dipilih merupakan akibat dari kemampuan berpikir. Kesadaran tentang suatu
kenyataan bahwa pilihan itu memang ada di hadapan kita tidak mungkin akan ada tanpa
adanya akal pikiran (Agama dan Akal
Fikiran page 41). Dalam teologi Islam, kebebasan pada manusia (termasuk
kebebasan dalam berpikir) selalu ada batasan dan kekuatan yang tidak bisa
dilawan. Kebebasan manusia bersifat ilahiah dan kebebasannya ditentukan oleh
aturan-aturan yang telah ditetapkan sebagai khalifah. Karena Allah lah yang
benar-benar menganugerahkan alam, akal budi dan wahyu Dengan akal-budinya
manusia dapat lebih memahami, baik Ayat Qur-aniyah (wahyu) maupun Ayat Kauniyah
(alam) Untuk kebahagiaan mereka yang hakiki.
Ibnu Ruysd juga pada saat ia hidup di
masa kegelapan dan keterbatasannya manusia untuk berpikir, berusaha menentang
pemikiran Al-Ghazali yang pada saat itu menganggap bahwa filsafat adalah kafir
dan sesat. Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan yang
dilandasi pikir, dalam sejarah peradaban manapun, sejauh kebebasan berpikir
dijadikan sebagai khazanah yang terus berkembang secara kreatif dan inovatif,
maka peradaban tersebut akan mengalami kemajuan. Agama Islam, kata Ibn Rusyd,
Semua ajarannya dapat dipahami akal karena akal dapat mengetahui segala yang
ada. Oleh karena itu, iman dan pengetahuan akal merupakan kesatuan yang tidak
bertentangan, karena kebenaran itu, pada hakikatnya adalah satu. Dengan
menggunakan kebebasan untuk berpikir namun ada batasnya tetap saja. Ijtihad
dilakukan dan dijunjung tinggi oleh Ibnu Rusyd karena untuk memahami wahyu
Allah tidak hanya secara tekstual saja. Dalam bukunya Fashl al-maqhal, filsuf
ini membagi cara menafsirkan wahyu Allah ke dalam tiga tingkatan. :
a. Burhaniyah
b. Jadaliyah
c. Khatabiyah
Dalam
tingkatan tersebut sangatlah berbeda satu sama lain. Metode burhaniyah adalah
yang paling tinggi keududukannya kare metode itu dilakukan oleh para filsuf
atau yang ahli dalam masalah menefsirkan atau menakwilkan. Sedangkan jadaliyah
adalah metode yang sudah hampir sama dengan burhaniyah, namun masih ada
kekurangannya. Dan yang terakhir adalah khatabiyah yang dilakukan oleh orang
awam yang memang tidak pantas untuk menakwailkan karena ilmu nya belum samapi
pada pwnafsiran dan penakwilan.
3.
Kesimpulan
Jadi
sebagai manusia yang diberikan akal oleh Tuhan sebagai hal yang membedakan
manusia dengan makhluk yang lainnya mulai dari sekarang harus mau menggunakan
akalnya saat berpikir. Berpikirlah dengan sesuka hati, namun dibarengi oleh
pedoman dan tuntunan yang benar. Sebagai muslim, kita gunakan akal pikiran kita
bersamaan dengan membaca wahyu dari
Allah. Dan saat ijtihad diwajibkan dan dijunjung tinggi oelh Ibnu rusyd sebagai
penentangan terhadap pemikiran Al-Ghazali, maka sudah sepantasnya kita
menimbang dan memahami dahulu wahyu yang diberikan dengan cara menghilangkan
pemahaman yang tekstual. Sehingga kebenaran yang memang sepenuhnya hanya milik
Allah, setidaknya sedikit dari kebenaran itu dapat kita miliki. Akal lah yang
membentuk pemahaman dan berpikir. Sekali lagi akal yang digunakan dengan baik
oleh kita merupakan wujud bahwa kita tunduk kepada Allah karena Dia memerintahkan
umat manusia untuk berpikir dan menggunakan akal pikirannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar