Sabtu, 24 Mei 2014

KEBEBASAN MANUSIA DALAM MENGGUNAKAN AKALNYA



Seperti  yang telah kita ketahui dunia ini telah dipenuhi oleh makhluk ciptaan Allah SWT. dari mulai makhluk hidup seperti manusia, hewan,dan tumbuhan, juga benda yang mati seperti  batu, alam, bintang, galaksi dan lain sebagainya. Dari semua makhluk hidup yang Allah ciptakan, ada satu makhluk yang diciptakan dengan bentuk yang sempurna, yaitu manusia. Manusia diciptakan berbeda dari hewan dan tumbuhan sehingga memiliki tingkatan tertinggi dari makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya. Manusia merupakan ciptaan yang diberi akal pikiran oleh Allah. Meskipun ada sedikit persamaan antara manusia dengan makhluk hidup lainnya seperti hewan. Hewan memang diciptakan oleh Allah untuk bergerak, berkembang biak, bernapas, makan, minum, dan sebagainya. Namun, hewan ini tidak memiliki kemamapuan yang sama dengan manusia karena manusia diberi akal sebagai penyempurna bentuk ciptaan Allah. Akal manusia adalah aspek ruhaniah di mana ruh merupakan aspek yang terpenting bagi manusia. Akal pikiran manusia khusus diciptakan agar manusia dapat mengolah alam sebagaimana tugasnya dalam kitab Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30. Di dalam surat tersebut Allah menciptakan manusia sebagai pemimpin (khalifah) di muka bumi ini. karena di dalam surat tersebut Allah telah memberikan alam semesta kepada manusia, dan tugas manusia lah yang harus mengolahnya untuk kemaslahatan mereka. Alat untuk mengolah alam itu adalah akal manusia itu sendiri. Manusia sangat diberi kebebasan untuk menjalani kehidupannya terutama dalam menggunakan akalnya. Akal yang dipakai itu dapat memakmurkan manusia apabila dipakai dengan baik.  Berbicara tentang manusia yang diberi akal untuk berpikir, di dalam tulisan ini yang dilatar belakangi oleh ilmu filsafat akan dipaparkan tentang bagaimana manfaat dari manusia yang mau menggunakan akalnya untuk berpikir sehingga kita tidak hanya menerima begitu saja semua ilmu pengetahuan yang telah diberikan juga terhadap isi kandungan dan firman-firman Allah SWT.  seperti yang telah diketahui juga, bahwa manusia yang mau menerima segala hal tanpa dipikirkan dahulu atau hanya sekedar ikut-ikutan dalam aturan yang ada, ini berarti manusia yang immaturity. Untuk itu dalam tulisan ini agar istilah immaturity tidak lagi mendarah daging sebagai kepribadian kita sebagai manusia dan agar manusia tidak takut dan ragu lagi untuk belajar filsafat dan berpikir sesuai landasan filsafat, maka ditulislah pemaparan akal dari perspektif pemikir Islam, Ibnu Rusyd.
1.      Pemikiran, metode, dan manfaat tentang  akal pikiran manusia menurut Ibnu Rusyd.
Sebelum mengenal dan mengetahui pemikiran dari Ibnu Rusyd, kita akan mengenal dahulu filsuf islam dari spanyol yang juga pemikirannya berpengaruh terhadap Ibnu Rusyd.  Namanya adalah Ibnu Tufail yang dimulai dari pandangannya tentang akal untuk menyambungkan hubungan antara filsafat dan agama. Menurutnya, manusia dapat menjalani perkembangan hingga mencapai puncaknya dengan menggunakan potensi akal yang dimiliki. Manusia dapat belajar dari seisi alam semesta, meniru,dan melakukan harmonisasi. Manusia cukup mengikuti alur harmoni yang sudah ada pada alam dan mengambil bagian pada harmoni tersebut. Ia juga mengemukakan bahwa akal  manusia berkembang secara hierarkis seiring pertambahan usianya. Ada beberapa tahapan manusia dalam memahami dan menggunakan akal menurut Ibnu Tufail ini yaitu tahapan praktis, tahapan akal metafisika, dan tahapan akal mistis yang mana menjadi puncak dari perkembangan akal manusia. Di dalam tahapan akal metafisik, manusia mulai melihat alam secara universal, di sini manusia berpikir adanya kesamaan dan perbedaan-perbedaan yang nampak. Ketika melihat setiap pergerakan dan perubahan pada alam, maka manusia berpikir ada zat yang menggerakkan dan merubah alam tersebut, dan di sini lah adanya pengakuan adanya Tuhan yang melakukan semuanya itu. Dengan demikian akal menurut Ibnu Tufail membawa manusia mengenal dan meniru alam kemudian akal meniscayakan adanya Tuhan sebagai Zat dibalik alam. Mengapa di dalam tulisan ini tertulis pemikiran dari Ibnu tufail karena beliau adalah guru dari Ibnu rusyd yang pasti pemikiran Ibnu rusyd lahir dengan mengikuti pengajaran dari gurunya itu.
Ibnu Rusyd yang mempuyai nama lain yaitu Averous yang aliran filsafatnya adalah rasional, memandang akal manusia sebagai sesuatu yang sangat penting. Ibnu Ruysd lah yang diperkenalkan oleh gurunya sebagai penafsir filsafat Aristoteles. Menurut gurunya tersebut, Ibnu Rusyd adalah manusia yang cerdas yang dapat memiliki pandangan yang kuat terhadap ilmu filsafat.  Pandangan Ibnu Rusyd, akal fikiran itu harus dijunjung tinggi dan harus dihargai peranannya karena dengan akal pikiran itulah, manusia dapat menafsirkan alam wujud. Akal fikiran atas dasar pengertian umum (ma’ani kulliyat) yang didalamnya tercakup hal ihwal yang bersifat partial (juziyyat). Pada abad pertengahan, orang-orang memperdebatkan soal kulliyat (universalitas).  Karena filsuf ini beraliran rasional, maka ia sangat berkeyakinan bahwa segala sesuatu tidak mungkin terlepas dari sebab musabab. Ibnu Rusyd membagi dua jenis akal yang pertama adalah akal praktis dan yang kedua adalah akal teoritis. Akal yang pertama memiliki fungsional sensasi dimana akal dimiliki oleh semua orang sedangkan yang teoritis mempunyai tugas untuk memperoleh pemahaman (konsepsi) yang bersifat universal.
1.      Hubungan filsafat dengan agama berdasarkan akal pikiran
Akal pikiran bukanlah hal pembeda dari wahyu. Meskipun akal terlalu meruju kepada filsafat dan wahyu meruju kepada agama, namun Ibnu Rusyd tidak setuju. Dengan metode demonstrasi dan penalaran yang dipikirkan oleh Ibnu Rusyd , merupakan metode untuk mencapai kebenaran. Metode demonstrasi dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah filsafat. Metode ini diperlukan karena manusia mempunyai kemampuan yang serba terbatas. Dengan demikian Ibnu Rusyd membantah anggapan bahwa filsafat bertentangan dengan agama. Menurutnya untuk mempertemukan keduanya dibutuhkan alat oleh manusia yaitu dengan akal pikiran itu sendiri. Di dalam islam kitab Al-Qur’an merupakan wahyu dari Allah yang menurut Ibnu Rusyd perlu ditafsirkan. Ibnu Rusyd tidak menduduki akal lebih tinggi daripada wahyu, namun mewariskan pemikiran yang rasional sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Pemikiran keagamaan mencerminkan Islam adalah agama yang rasional  sehingga ajarannya dapat menjadi aktual sepanjang masa. Ibnu percaya kekuatan akal dan menjadikan alat untuk mencapai kebenaran di samping wahyu, namun bukan berarti kebebasan liar atau free thinker yang ateis. sumber filsafat adalah akal tidak bisa dibantahkan lagi. Bahkan wahyua salah satu sumber, disamping itu juga sebagai alat untuk mencapai kebenaran. Ayat-ayat dalam al-Qur’an juga telah menegaskan agama mewajibkan adanya filsafat. Agama mempunyai ajaran lahir dan batin. Agama menyempurnakan pendapat, akal, dan bukan malah menentangnya.
2.      Hubungan akal dalam kebebasan manusia untuk berpikir
Akal yang dimiliki manusia, mempunyai hubungan dengan kebebasan manusia dalam berpikir. Di dalam filsafat konsep kebebasan seringkali dipertentangkan dengan determinasi. Determinasi berarti sesuatu hal yang ditentukan oleh hal lainnya. Makna kebebasan harus dilihat dalam konteks apa ia bebas, dalam posisi di mana dia bebas, dan kebebasan yang seperti apa yang ia inginkan. Kebebasan berpikir haruslah memperhatikan hal lainnya yang ada di sekitar kita, dan di sinilah peran akal manusia sangat ditentukan. Saat manusia berpikir menggunakan akalnya dengan bebas dan bertanggung jawab harus bisa membedakan mana yang benar dan salah. Benar dan salah yang dicapai akal manusia diukur dengan logika yang pada hakikatnya bebas nilai. Secara sederhana kebebasan dapat dirumuskan sebagai keleluasaan bertindak atau tidak bertindak berdasarkan pilihan yang tersedia bagi seseorang. Penafsiran arti kebebasan sebagai adanya beberapa alternative yang dapat dipilih merupakan akibat dari kemampuan berpikir. Kesadaran tentang suatu kenyataan bahwa pilihan itu memang ada di hadapan kita tidak mungkin akan ada tanpa adanya akal pikiran (Agama dan Akal Fikiran page 41). Dalam teologi Islam, kebebasan pada manusia (termasuk kebebasan dalam berpikir) selalu ada batasan dan kekuatan yang tidak bisa dilawan. Kebebasan manusia bersifat ilahiah dan kebebasannya ditentukan oleh aturan-aturan yang telah ditetapkan sebagai khalifah. Karena Allah lah yang benar-benar menganugerahkan alam, akal budi dan wahyu Dengan akal-budinya manusia dapat lebih memahami, baik Ayat Qur-aniyah (wahyu) maupun Ayat Kauniyah (alam) Untuk kebahagiaan mereka yang hakiki.
            Ibnu Ruysd juga pada saat ia hidup di masa kegelapan dan keterbatasannya manusia untuk berpikir, berusaha menentang pemikiran Al-Ghazali yang pada saat itu menganggap bahwa filsafat adalah kafir dan sesat. Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan yang dilandasi pikir, dalam sejarah peradaban manapun, sejauh kebebasan berpikir dijadikan sebagai khazanah yang terus berkembang secara kreatif dan inovatif, maka peradaban tersebut akan mengalami kemajuan. Agama Islam, kata Ibn Rusyd, Semua ajarannya dapat dipahami akal karena akal dapat mengetahui segala yang ada. Oleh karena itu, iman dan pengetahuan akal merupakan kesatuan yang tidak bertentangan, karena kebenaran itu, pada hakikatnya adalah satu. Dengan menggunakan kebebasan untuk berpikir namun ada batasnya tetap saja. Ijtihad dilakukan dan dijunjung tinggi oleh Ibnu Rusyd karena untuk memahami wahyu Allah tidak hanya secara tekstual saja. Dalam bukunya Fashl al-maqhal, filsuf ini membagi cara menafsirkan wahyu Allah ke dalam tiga tingkatan. :
a.       Burhaniyah
b.      Jadaliyah
c.       Khatabiyah
Dalam tingkatan tersebut sangatlah berbeda satu sama lain. Metode burhaniyah adalah yang paling tinggi keududukannya kare metode itu dilakukan oleh para filsuf atau yang ahli dalam masalah menefsirkan atau menakwilkan. Sedangkan jadaliyah adalah metode yang sudah hampir sama dengan burhaniyah, namun masih ada kekurangannya. Dan yang terakhir adalah khatabiyah yang dilakukan oleh orang awam yang memang tidak pantas untuk menakwailkan karena ilmu nya belum samapi pada pwnafsiran dan penakwilan.
3.      Kesimpulan
Jadi sebagai manusia yang diberikan akal oleh Tuhan sebagai hal yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya mulai dari sekarang harus mau menggunakan akalnya saat berpikir. Berpikirlah dengan sesuka hati, namun dibarengi oleh pedoman dan tuntunan yang benar. Sebagai muslim, kita gunakan akal pikiran kita bersamaan dengan  membaca wahyu dari Allah. Dan saat ijtihad diwajibkan dan dijunjung tinggi oelh Ibnu rusyd sebagai penentangan terhadap pemikiran Al-Ghazali, maka sudah sepantasnya kita menimbang dan memahami dahulu wahyu yang diberikan dengan cara menghilangkan pemahaman yang tekstual. Sehingga kebenaran yang memang sepenuhnya hanya milik Allah, setidaknya sedikit dari kebenaran itu dapat kita miliki. Akal lah yang membentuk pemahaman dan berpikir. Sekali lagi akal yang digunakan dengan baik oleh kita merupakan wujud bahwa kita tunduk kepada Allah karena Dia memerintahkan umat manusia untuk berpikir dan menggunakan akal pikirannya.





                                                                                                                                                                




Tidak ada komentar:

Posting Komentar