Minggu, 04 Mei 2014

Penyesalan Terbesarku
             “sayang,kamu di mana? Lagi apa? Kamu kenapa gak pulang ? apa kamu udah lupa sama aku? “.
            Kata-kata itu selalu aku ingat ketika suamiku telah pergi. Mas Ridwan namanya. Setiap hari aku selalu mendengar pertanyaan-pertanyaan beliau untuk aku, kalau aku sedang pergi keluar dan main sama teman-teman lamaku. Aku memang selalu mengabaikan ucapan suamiku. Itu karena aku memang belum bisa mencintainya. Pernikahanku dengannya hanyalah perjodohan kedua orang tuaku dan kedua orang tuanya. Aku memang sangat membenci pernikahan ini. Sampai akhirnya aku tidak perduli denagn suamiku itu. Tapi, aku mendapatkan seoarang putri yang lucu dari pernikahan kami ini. Meskipun seharusnya bahagia, tapi aku tetap membenci dan tidak mensyukuri nikmat itu. Mas ridwan memang sangat mencintai dan menyayangiku. Ia adalah sosok suami yang soleh. Tapi, belum bisa aku menerimanya. Karena dari awal aku memang tak menginginkan pernikahan ini terjadi. Setiap hari aku tidak pernah melayani keluargaku. Bahkan saat putriku sudah masuk sekolah TK pun, aku tidak pernah membuatkannya sarapan, mengantarkan ke sekolah, ataupun menyayanginya. Jangankan kepada anakku, kepada Mas Ridwan pun, aku sama sekali tidak pernah menyayanginya. Setiap hari kerjaanku hanyalah berhura-hura, pergi ke salon,pergi shopping,dan ngumpul-ngumpul dengan teman-teman lamaku. Mas ridwan tidak pernah marah ataupun kesal apabila aku selalu menghabiskan uangnya. Karena aku tahu, ia mempunyai harta yang masih banyak dan semua pengeluaranku tidak seberapa.  Setiap hari , baik itu berngkat atau pulang kerja suamiku, aku tidak pernah tahu. Karena aku terlalu sering pulang larut malam dan bangun tidur di siang hari. Mas Ridwanlah yang membangunkan anakku, dan menyuapi makannya. Ia jugalah yang membuatkan sarapan untuk anakku juga sering membuatkan aku sarapan di saat aku masih terlelap dalam tidurku. Dulu aku pernah memberikan saran untuk mempunyai pembantu, tapi suamiku tak mengizinkannya.
“ Kenapa sih gak punya pembantu aja? Kan jadi gak usah repot-repot nunggu aku bangun kalau kamu mau sarapan! Hidup ini dibikin gampang aja deh! Toh uang kamu juga masih banyak kan Mas?” pintaku dengan rasa kesal.
“Buat apa? Aku sudah punya seorang isteri yang mampu melakukan pekerjaan rumah dengan tangan halusnya. Aku punya seorang isteri yang kuat dalam menempa semua terjangan hidpup ini, aku punya seorang isteri yang pandai dalam mengurus rumah tangga ini. Yang mencintai aku juga anakku sepanjang hayatnya. Aku tak perlu pembantu, karena aku yakin hanya kamu yang bisa membahagiakan dan memenuhi semua keperluanku, sayang”. Jawab suamiku dengan ucapan halusnya.
Tapi sungguh aku tidak perduli denagn semua itu. Aku pikir itu hanya akal-akalan Mas Ridwan aja untuk membujukku. Tetap saja aku gak akan mau sampai kapanpun mengikuti semua keinginannya. Tidak ada pembantu pun, aku tidak mengapa. Karena bukan aku juga tidak butuh.
v   
Hari ini hari kamis, seperti biasa aku menghabiskan hari-hariku untuk shopping dan bersenag-senaang. Aku tidak perlu menjemput anakku karena sekolahnya pun dekat dari rumahku, di perumahan tempat aku tinggal. Anakku termasuk anak yang baik dan penurut. Ia tidak pernah memintaku untuk mengantarkan dan menjemputnya selama sekolah.  Dan hari ini juga aku ada acara yang membuatku pulang larut malam. Sesampainya di rumah, aku lihat suamiku dan anakku sedang mengaji Al-Qur’an berdua. Mereka menyambutku dengan senyuman dan hangat. Anakku langsung menghampiri dan mencium tanganku.

“ Kok pulangnya malam begini,sayang? Memangnya kamu darimana? Pasti kamu capek ya? Sini duduk sama kita.! “. Sambut suamiku dengan pertanyaan yang lemah lembut.

“ hmmm maaf mas aku capek, aku dari reunian sama teman SMA. Udah ya aku mau tidur dulu”. Jawabku ketus.

“Oh…ya sudah, kamu istirahat aja. Yang penting kamu bisa pulang dengan selamat, besok kan kamu harus bangun pagi-pagi untuk menyiapkan keberangkatanku ke kantor dan sabila ke sekolah. Kalau kamu sakit, kita bakal sedih. Tidur yang nyenyak ya sayang….”. ucap Mas Ridwan bijak.

            Lagi-lagi Mas Ridwan percaya diri dengan ucapannya yang seolah-olah aku akan melakukan seperti itu.  Dari mulai kita menikah sampai sekarang sudah tujuh tahun lamaanya, setiap malam suamiku berkata seperti itu dan  berharap padaku, sayangnya aku belum pernah melakukannya di  setiap pagi hariku.Aku pun tidak mendengarkan ucapannya  yang menganggu telingaku ini dan menganggap angin lalu. Tanpa basa-basi lagi aku pun tidur.

v   
            Sudah satu minggu ini suamiku pulang larut malam. Kebiasaan seorang isteri selalu cemas dan terkadang mencurigai hal ini. Tapi aku tidak seperti mereka. Bukanny karena aku percaya dengan hati dan cinta suamiku, tapi karena aku tidak pernah mau tahu urusanny dan keadaannya. Jika Ia sedang sakit aku tidak pernah mau merawatnya. Dan sudah satu minggu ini pula anakku sakit Karena selalu telat makan dan tidak pernah sarapan. Dikarenakan satu minggu ini suamiku sering bangun siang dan tidak sempat membuatkan anakku sarapan. Akhirnya anakku sakit yang cukup parah, gejala typus.

“ Sayang, apa kamu sudah sadar dengan keadaan anak kita Sabila sekarang? Sayang, bukannya aku mau ikut campur urusan dan hatimu. Tapi, sungguh aku ingin kamu membuka mata hati kamu untuk merawat anak kita ini. Kenapa sayang? Kamu tega melantarkan anak kita? Aku gak akan keberatan kok, kamu selama ini gak pernah mau melayaniku. Dan mencintaiku. Tapi, aku ingin kamu mencintai anak kita. Dia lah anugerah yang dititipkan Allah untuk kita”. Tanya Mas Ridwan kepadaku.

“ Maaf ya Mas, aku gak pernah mau perduli sama kamu. Karena kamu bukan yang aku mau untuk jadi suami aku atau jadi bapak buat anakku. Dan aku juga gak ingin punya anak dari hasil pernikahan kita. Karena selama ini aku gak pernah cinta sama kamu. Inget ya Mas, pernikahan ini cuman untuk menyenangkan kedua orang tuakau saja!” jelasku dengan penuh kekesalan.

“Ya sudah…aku gak akan pernah memaksa kamu sayang, yang penting aku bisa memiliki seorang isteri seperti kamu, aku cukup bahagia.” Balas suamiku.

v     
            Ternyata ini semua menyakitkanku dengan perlahan. Semenjak anakku sakit dan sampai sembuhnya, aku sangat aneh dengan suamiku. Tidak biasanya Ia tidak memintaku apapun. Seperti hal dalam menjadi seorang isteri yang baik. Suamiku hanya memperhatikan anakku saja, dan Ia hanya mengaji selama ini dengan anakku. Di hari Minggu pun, suamiku sekarang selalu rutin mengajak aku dan anakku pergi jalan-jalan,walau aku harus memasang wajah ceria di depan mereka. Dan hanya satu yang terucap dari mulutnya, yaitu agar aku mau belajar ngaji dan bisa mengajarkan anakku mengaji dengan baik dan benar. Saat itu juga suamiku selalu menjemputkui di mana pun aku berada walau malam sekali. Akhir-akhir ini juga suamiku seperti yang ingin menjagaku setiap waktunya. Bukan pertanyaan yang terlontar dari mulutnya, hanya ucapan-ucapan romantic untukku.
            Dan hari ini, suamiku dengan tidak seperti biasanya membangunkan aku di pagi hari sekali. Ia menarik tubuhku dan membwaku ke depan rumah.

“Ada apa sih mas? Gak biasanya kamu bangunin aku? Cepetan deh aku masih nagantuk banget ni!”. Tanyaku marah.

“Sayang,hari ini aku pingin banget kamu melihat aku pergi kerja. Dan melihat anak kita sekolah. Udara di pagi hari segar kan,sayang? Oh ya..hari ini aku akan menjemput kamu. Rencanaya mau ke mana? Salon lagi? Biar aku yang jemput ya? Aku sayang banget kamu isteriku. Doain aku ya supaya hari ini kerjaku lancar  dan aku bisa pulang dengan selamat. Aku pergi dulu ya, assalamualaikum”. Jelas Mas Ridwan.

            Ia begitu sangat beda pagi ini. Ia mencium keningku dan memelukku agak lama dan erat. Matanya seperti yang ingin menangis. Tapi dengan kecuekan aku, Ia hanya bisa mengucapkan salam aja saat Ia berpamitan. Tapi aku bisa merasakan kalau Ia seperti yang tidak ingin pergi.

v   



“Mas,di mana sih? Jadi gak mau ngejemput aku? Kalo lama gini udah deh mending kamu suruh supir kamu aja yang jemput aku! Udah gerah nih!” pintaku kesal

“Iya sayang, ini aku lagi di jalan. Kamu sabar ya…pokoknya kamu jangan naik taksi ya! Tunggu sebentar lagi juga nyampe”. Jawabnya

           Aku sungguh tak sabar menunggu jemputan suamiku. Hampir tiga jam tidak ada kabar sama sekali. Handphonenya tidak bisa dihubungi. Tapi setelah itu ada jawaban di penantian ini. Ternyata mobil yang menjemputku bukanlah suamiku.di dalam mobil itu adalah teman kantor suamiku. Ternyata Ia memberikan kabar yang tak pernah aku duga-duga. Kekesalan yang aku tunggu selama hampir tiga jam itu, karena suamiku mendapat musibah. Mobil yang ia tumpangi ternyata menabrak papan rekalame di pinggir jalan. Karena Ia tidak mau membuatku kesal menunggu, ia menyuruh supirnya untuk mencari jalan lain dan lebih menaikkan kecepatan berkemudi. Awalnya si supir tidak mau. Dan suamiku menggntikan berkemudi. Suamiku tewas dalam kecelakaan itu. Tapi pak supir berhasil selamat. Ini sangat tak bisa aku duga. Tiba-tiba tubuhku lemas. Pikiran aku sangat tak karuan. Air mata pun menetes .ternyata pagi itu suamiku memberikan isyarat bahwa Ia tidak ingin kehilangan aku dan anaknya. Mungikn itu pertanda ia akan pergi untuk selama-lamanya dan tidak akan menganggu kehidupanku lagi,seperti yang kumau. Aku pun tak kuasa saat jasad suamiku dibungkus kain kafan putih dan dimandikan. Saat itulah aku menangis, ternyata aku baru melihat wajahnya yang begitu tampan.selama ini aku bertatap muka dengan penuh cinta pun tidak.aku melihat anakku,Sabila tak henti-hentinya menagis. Aku memeluk buah hatiku yang sudah aku terlentarkan selama Ia hidup. Kini suamiku telah dikebumikan.Malam itu angin menusuk tajam tubuhku. Menyerang tubuh yang lemas,tak berdaya. Malam itu adalah malam terakhir saat seseorang yang begitu berarti dalam hidupku harus pergi selamanya. Keringat dan cucuran air mataku telah membasah kuyupkan tubuh dan wajah ini. Sungguh aku tak tahu harus ke mana lagi mengayunkan langkah-langkah kecil kaki ini menyusuri jalan. Saat ini tak ada yang aku inginkan selain mengembalikan keadaan buruk ini menjadi seperti dulu. Tapi, aku hanyalah sosok makhluk yang tak punya kekuatan untuk mengubah semua itu. Pikiran alam bawah sadarku melayang jauh membayangkan wajah tampan seorang yang selama ini sudah tujuh tahun mendampingi hidupku dan memberikanku seorang putri yang lucu. Yang sangat aku sesali  adalah saat aku mengingat tanggung jawab dan kesetiaannya bersamaku. Saat aku mengingat kasih sayang tulus yang begitu besar untukku. Ini berawal dari kedurhakaanku dan kebodohanku telah menyia-nyiakan sosok sepertinya. Sungguh aku sangat menyesal yang begitu amat dalam. Rasanya aku sangat kehilangan dia rasanya aku tak bisa memaafkan diriku sendiri. Kuambil air wudhu dna aku bertaubat kepada Allah karena telah menjadi isteri yang durhaka. Aku lihat kembali sabila, yang kini menjadi tanggung jawabku. Sungguh rasanya aku tak kuat. Aku tidak terbiasa dengan kehidupan baruku. Mungkin dulu aku menginginkan seperti ini. Tidak punya seorang  suami yang tidak aku inginkan. Padahal selama hidupnya suiamiku tidak pernah marah atau kesal. Saat sakit pun aku tidak pernah tahu. Saat ia pusing memikirkan pekerjaanya pun aku tidak tahu. Bahkan kasih sayangya aku tidak pernah menghiraukan. Sungguh aku menyesal. Tapi aku tidak bisa seperti ini terus. Hidupku masih panjang. Aku ingin melihat titipan suamiku bertumbuh besar dan menjadi orang yang sukses sepertinya. Aku ingin memulai kehidupan baru ini. Kasih sayang yang seharusnya aku berikan kepada suamiku, akan aku  ganti dengan memberikan seutuhnya untuk anakku. Aku baru sadar bahwa aku memiliki suami yang begitu sholeh dan terbaik. Aku berjanji tidak akan mengingkari cintanya yang pernah ia berikan untukku. Aku tidak akan menggantikan kedudukannya dengan orang lain. Aku berjanji. Mungkin ini penyesalan terbesarku, tapi sungguh aku meminta maaf pada suamiku,meski itu belum sempat aku ucapkan.
           Akhirnya aku menjadi wanita karir untuk memenuhi kebutuhan anakku.aku berikan seluruh perhatianku untuk anakku.aku meuruti semua kata-kata suamiku saat ia berharap aku bisa belajar ngaji dan mengajarkan anakku ngaji. Dan menjadi isteri dari seorang Mas Ridwan adalah anugerah dan harta yang tak ternilai harganya. Berharap aku bisa merajut cinta dan bertemu dengannya nanti di kehidupan abadi. Amin




Tidak ada komentar:

Posting Komentar